KKN Undiksha Di Desa Sekumpul

Sebuah pengalam hidup baru yang saya alami adalah pada saat mengikuti program KKN yg dilaksanakan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Saya mendapatkan lokasi KKN di Desa Sekumpul, Kecamatan Sawan ,Kabupaten Buleleng. Desa sekumpul merupakan desa yang sangat asri dan indah karena terletak di wilayah pegunungan yang mempunyai udara sejuk, sungguh betuntung saya mendapatkan tempat KKN di lokasi nan indah tersebut. Penduduk desa pun begitu ramahbdan hangat menyambut kedatangan saya ke desa sekumpul.
Jumlah mahasiswa yang mendapatkan Lokasi KKN di Desa sekumpul berjumlah 20 orang , saya bertemu dengan teman - teman baru yang menyenangkan , penuh canda tawa melepaskan penat akan banyaknya tugas serta program kerja yang harus dilaksanakan di desa sekumpul.
Dari teman - teman itulah saya belajar banyak mengenai arti kebersamaan yang tak memandang siapapun, serta status sosial apapun, KKN yang hanya selama 1,5 bulan di Desa sekumpul sungguh sangat memberi pelajaran hidupnyang berarti buat saya. Ini hanya cerita kecil tentang masa - masa KKN. Pada tulisan berikutnya akan saya ceritakan hari - hari di Desa Sekumpul

UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pada tanggal 3 Oktober 2009, Presiden SBY telah mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut terdiri dari 17 bab dan 127 pasal.

Yang dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang tersebut meliputi:
  1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). 
  2. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alama yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
  3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
  4. Dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain: KLHS, tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKL-UPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
  5. Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/atau pelestarian fungsi atmosfer.
  6. Aspek pengawasan dan penegakan hukum, meliputi :
    •  
Pengaturan sanksi yang tegas (pidana dan perdata) bagi pelanggaran terhadap baku mutu, pelanggar AMDAL (termasuk pejabat yang menebitkan izin tanpa AMDAL atau UKL-UPL), pelanggaran dan penyebaran produk rekayasa genetikan tanpa hak, pengelola limbah B3 tanpa izin, melakukan dumping tanpa izin, memasukkan limbah ke NKRI tanpa izin, melakukan pembakaran hutan,

    •  
Pengaturan tentang pajabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) dan penyidik pengawai negeri sipil (PPNS), dan menjadikannya sebagai jabatan fungsional.

    •  
Ada pasal-pasal yang mengatur sanksi pidana dan perdata yang mengancam  setiap pelanggaran peraturan di bidang perlindungan dan pengelolaan  lingkungan hidup, baik kepada perseorangan, korporasi, maupun pejabat.  Sebagai contoh, pelanggaran terhadap baku mutu dipidana dengan pidana  penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan  denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) dan paling  banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

Source http://amdal-indonesia.blogspot.com/2009/11/uu-nomor-32-tahun-2009-tentang.html

Lingkungan Hidup dan Pelestariannya


Kehidupan yang berlangsung di muka bumi merupakan bentuk interaksi timbal balik antara unsur-unsur biotik dan unsur-unsur abiotik. Kedua unsur tersebut harus dapat mendukung satu sama lain, sehingga dapat diperoleh kondisi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang. Hal penting yang harus kalian ingat adalah bahwa lingkungan hidup yang ada sekarang bukanlah warisan dari nenek moyang yang dapat kita gunakan sembarangan. Akan tetapi, merupakan titipan dari generasi yang akan datang, sehingga dalam memanfaatkannya harus diperhatikan kelangsungan dan kelestariannya agar dapat digunakan oleh generasi yang akan datang.
A. Unsur-Unsur Lingkungan
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1982, lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut, lingkungan hidup tersusun dari berbagai unsur yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu unsur biotik, abiotik, dan sosial budaya.
1. Unsur Biotik
Unsur biotik adalah unsur-unsur makhluk hidup atau benda yang dapat menunjukkan ciri-ciri kehidupan, seperti bernapas, memerlukan makanan, tumbuh, dan berkembang biak. Unsur biotik terdiri atas manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Secara umum, unsur biotik meliputi produsen, konsumen, dan pengurai.
a. Produsen, yaitu organisme yang dapat membuat makanan sendiri dari bahan anorganik sederhana. Produsen pada umumnya adalah tumbuhan hijau yang dapat membentuk bahan makanan (zat organik) melalui fotosintesis.
b. Konsumen, yaitu organisme yang tidak mampu membuat makanan sendiri. Konsumen terdiri atas hewan dan manusia. Konsumen memperoleh makanan dari organisme lain, baik hewan maupun tumbuhan.
c. Pengurai atau perombak (dekomposer), yaitu organisme yang mampu menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepas bahan-bahan yang sederhana yang dapat dipakai oleh produsen. Pengurai terdiri atas bakteri dan jamur.

2. Unsur Abiotik
Unsur abiotik adalah unsur-unsur alam berupa benda mati yang dapat mendukung kehidupan makhluk hidup. Termasuk unsur abiotik adalah tanah, air, cuaca, angin, sinar matahari, dan berbagai bentuk bentang lahan.

3. Unsur Sosial Budaya 
Unsur sosial budaya merupakan bentuk penggabungan antara cipta, rasa, dan karsa manusia yang disesuaikan atau dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam setempat. Termasuk unsur sosial budaya adalah adat istiadat serta berbagai hasil penemuan manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 
B. Arti Penting Lingkungan

Makhluk hidup tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya. Kalian tentu dapat membayangkan, apa yang terjadi jika seekor ikan dikeluarkan dari akuarium, kolam, atau sungai yang merupakan lingkungan hidupnya? Ikan tersebut akan mati, bukan? Hal itu terjadi karena tidak adanya unsur-unsur lingkungan yang mendukung kehidupan ikan tersebut. Meskipun lingkungan bersifat mendukung atau menyokong kehidupan makhluk hidup, namun perlu diingat bahwa tidak semua lingkungan di muka bumi ini memiliki keadaan yang ideal untuk kehidupan makhluk hidup. Dalam hal ini, makhluk hidup yang bersangkutan harus dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Sebagai contoh, manusia yang hidup di daerah dingin seperti di kutub harus mengenakan pakaian yang tebal agar dapat bertahan di hawa dingin; hewan onta mempunyai kemampuan tidak minum selama berhari-hari, hal ini disesuaikan dengan kondisi lingkungan hidup onta, yaitu di padang pasir yang sulit menemukan air; beberapa jenis tumbuhan menggugurkan daunnya saat musim kemarau agar dapat mengurangi penguapan, sehingga pohon tersebut tidak mati karena kekurangan air. Hal-hal tersebut merupakan bentuk adaptasi makhluk hidup terhadap kondisi lingkungan yang beragam di muka bumi. Khusus bagi manusia, adaptasi yang dilakukan terhadap lingkungannya akan menghasilkan berbagai bentuk hasil interaksi yang disebut dengan budaya. Budaya-budaya tersebut, antara lain, berupa bentuk rumah, model pakaian, pola mata pencaharian, dan pola kehidupan hariannya.
Dengan kemampuan yang dimilikinya, manusia tidak hanya dapat menyesuaikan diri. Akan tetapi, manusia juga dapat memanfaatkan potensi lingkungan untuk lebih mengembangkan kualitas kehidupannya. Bagi manusia, selain sebagai tempat tinggalnya, lingkungan hidup juga dapat dimanfaatkan sebagai:
1. media penghasil bahan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan;
2. wahana bersosialisasi dan berinteraksi dengan makhluk hidup atau manusia lainnya;
3. sumber energi;
4. sumber bahan mineral yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kelangsungan hidup manusia; serta
5. media ekosistem dan pelestarian flora dan fauna serta sumber alam lain yang dapat dilindungi untuk dilestarikan.

C. Bentuk-Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup dan Faktor Penyebabnya
Lingkungan hidup mempunyai keterbatasan, baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Dengan kata lain, lingkungan hidup dapat mengalami penurunan kualitas dan penurunan kuantitas. Penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan ini menyebabkan kondisi lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi lagi untuk mendukung kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Kerusakan lingkungan hidup dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan penyebabnya, kerusakan lingkungan dapat dikarenakan proses alam dan karena aktivitas manusia.

1. Kerusakan Lingkungan Akibat Proses Alam
Kerusakan lingkungan hidup oleh alam terjadi karena adanya gejala atau peristiwa alam yang terjadi secara hebat sehingga memengaruhi keseimbangan lingkungan hidup. Peristiwa-peristiwa alam yang dapat memengaruhi kerusakan lingkungan, antara lain meliputi hal-hal berikut ini.
a. Letusan Gunung Api
Letusan gunung api dapat menyemburkan lava, lahar, material-material padat berbagai bentuk dan ukuran, uap panas, serta debu-debu vulkanis. Selain itu, letusan gunung api selalu disertai dengan adanya gempa bumi lokal yang disebut dengan gempa vulkanik.

Aliran lava dan uap panas dapat mematikan semua bentuk kehidupan yang dilaluinya, sedangkan aliran lahar dingin dapat menghanyutkan lapisan permukaan tanah dan menimbulkan longsor lahan. Uap belerang yang keluar dari pori-pori tanah dapat mencemari tanah dan air karena dapat meningkatkan kadar asam air dan tanah. Debu-debu vulkanis sangat berbahaya bila terhirup oleh makhluk hidup (khususnya manusia dan hewan), hal ini dikarenakan debu-debu vulkanis mengandung kadar silika (Si) yang sangat tinggi, sedangkan debu-debu vulkanis yang menempel di dedaunan tidak dapat hilang dengan sendirinya. Hal ini menyebabkan tumbuhan tidak bisa melakukan fotosintesis sehingga lambat laun akan mati. Dampak letusan gunung memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat kembali normal. Lama tidaknya waktu untuk kembali ke kondisi normal tergantung pada kekuatan ledakan dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Akan tetapi, setelah kembali ke kondisi normal, maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang subur karena mengalami proses peremajaan tanah.

b . Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran yang ditimbulkan karena adanya gerakan endogen. Semakin besar kekuatan gempa, maka akan  menimbulkan kerusakan yang semakin parah di muka bumi. Gempa bumi menyebabkan bangunan-bangunan retak atau hancur, struktur batuan rusak, aliran-aliran sungai bawah tanah terputus, jaringan pipa dan saluran bawah tanah rusak, dan sebagainya. Jika kekuatan gempa bumi melanda lautan, maka akan menimbulkan tsunami, yaitu arus gelombang pasang air laut yang menghempas daratan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Masih ingatkah kalian dengan peristiwa tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam di penghujung tahun 2004 yang lalu? Contoh peristiwa gempa bumi yang pernah terjadi di Indonesia antara lain gempa bumi yang terjadi pada tanggal 26 Desember
2004 di Nanggroe Aceh Darussalam dengan kekuatan 9,0 skala richter. Peristiwa tersebut merupakan gempa paling dasyat yang menelan korban diperkirakan lebih dari 100.000 jiwa. Gempa bumi juga pernah melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah pada bulan Mei 2006 dengan kekuatan 5,9 skala richter. 

c . Banjir
Banjir merupakan salah satu bentuk fenomena alam yang unik. Dikatakan unik karena banjir dapat terjadi karena murni gejala alam dan dapat juga karena dampak dari ulah manusia sendiri. Banjir dikatakan sebagai gejala alam murni jika kondisi alam memang memengaruhi terjadinya banjir, misalnya hujan yang turun terus menerus, terjadi di daerah basin, dataran rendah, atau di lembah-lembah sungai. Selain itu, banjir dapat juga disebabkan karena ulah manusia, misalnya karena penggundulan hutan di kawasan resapan, timbunan sampah yang menyumbat aliran air, ataupun karena rusaknya dam atau pintu pengendali aliran air. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir, antara lain, hilangnya lapisan permukaan tanah yang subur karena tererosi aliran air, rusaknya tanaman, dan rusaknya berbagai bangunan hasil budidaya manusia. Bencana banjir merupakan salah satu bencana alam yang hampir setiap musim penghujan melanda di beberapa wilayah di Indonesia. Contoh daerah di Indonesia yang sering dilanda banjir adalah Jakarta. Selain itu beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada awal tahun 2008 juga dilanda banjir akibat meluapnya DAS Bengawan Solo.

d . Tanah anah Longsor
Karakteristik tanah longsor hampir sama dengan karakteristik banjir. Bencana alam ini dapat terjadi karena proses alam ataupun karena dampak kecerobohan manusia. Bencana alam ini dapat merusak struktur tanah, merusak lahan pertanian, pemukiman, sarana dan prasarana penduduk serta berbagai bangunan lainnya. Peristiwa tanah longsor pada umumnya melanda beberapa wilayah Indonesia yang
memiliki topografi agak miring atau berlereng curam. Sebagai contoh, peristiwa tanah longsor pernah melanda daerah Karanganyar (Jawa
Tengah) pada bulan Desember 2007

e . Badai/Angin Topan
Angin topan terjadi karena perbedaan tekanan udara yang sangat mencolok di suatu daerah sehingga menyebabkan angin bertiup lebih kencang. Di beberapa belahan dunia, bahkan sering terjadi pusaran angin. Bencana alam ini pada umumnya merusakkan berbagai tumbuhan, memorakporandakan berbagai bangunan, sarana infrastruktur dan dapat membahayakan penerbangan. Badai atau angin topan sering melanda beberapa daerah tropis di dunia termasuk Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia pernah dilanda gejala alam ini. Salah satu contoh adalah angin topan yang melanda beberapa daerah di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
f . Kemarau Panjang
Bencana alam ini merupakan kebalikan dari bencana banjir. Bencana ini terjadi karena adanya penyimpangan iklim yang terjadi di suatu daerah sehingga musim kemarau terjadi lebih lama dari biasanya. Bencana ini menimbulkan berbagai kerugian, seperti mengeringnya sungai dan sumber-sumber air, munculnya titik-titik api penyebab kebakaran hutan, dan menggagalkan berbagai upaya pertanian yang diusahakan penduduk.

2. Kerusakan Lingkungan Hidup karena Aktivitas Manusia
Dalam memanfaatkan alam, manusia terkadang tidak memerhatikan dampak yang akan ditimbulkan. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, antara lain, meliputi hal-hal berikut ini.
a. Pencemaran Lingkungan

Pencemaran disebut juga dengan polusi, terjadi karena masuknya bahan-bahan pencemar (polutan) yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Bahan-bahan pencemar tersebut pada umumnya merupakan efek samping dari aktivitas manusia dalam pembangunan. Berdasarkan jenisnya, pencemaran dapat dibagi menjadi empat, yaitu pencemaran udara, pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran suara. Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh ulah manusia antara lain, disebabkan oleh asap sisa hasil pembakaran, khususnya bahan bakar fosil (minyak dan batu bara) yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor, mesin-mesin pabrik, dan mesin-mesin pesawat terbang atau roket. Dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, antara lain, berkurangnya kadar oksigen (O2) di udara, menipisnya lapisan ozon (O3), dan bila bersenyawa dengan air hujan akan menimbulkan hujan asam yang dapat merusak dan
mencemari air, tanah, atau tumbuhan. Pencemaran tanah disebabkan karena sampah plastik ataupun sampah anorganik lain yang tidak dapat diuraikan di dalam tanah. Pencemaran tanah juga dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk atau obat-obatan kimia yang digunakan secara berlebihan dalam pertanian, sehingga tanah kelebihan zat-zat tertentu yang justru dapat menjadi racun bagi tanaman. Dampak rusaknya ekosistem tanah adalah semakin berkurangnya tingkat kesuburan tanah sehingga lambat laun tanah tersebut akan menjadi tanah kritis yang tidak dapat diolah atau dimanfaatkan.
Pencemaran air terjadi karena masuknya zat-zat polutan yang tidak dapat diuraikan dalam air, seperti deterjen, pestisida, minyak, dan berbagai bahan kimia lainnya, selain itu, tersumbatnya aliran sungai oleh tumpukan sampah juga dapat menimbulkan polusi atau pencemaran. Dampak yang ditimbulkan dari pencemaran air adalah rusaknya ekosistem perairan, seperti sungai, danau atau waduk, tercemarnya air tanah, air permukaan, dan air laut. Pencemaran suara adalah tingkat kebisingan yang sangat mengganggu kehidupan manusia, yaitu suara yang memiliki kekuatan > 80 desibel. Pencemaran suara dapat ditimbulkan dari suara kendaraan bermotor, mesin kereta api, mesin jet pesawat, mesin-mesin pabrik, dan instrumen musik. Dampak pencemaran suara menimbulkan efek psikologis dan kesehatan bagi manusia, antara lain, meningkatkan detak jantung, penurunan pendengaran karena kebisingan (noise induced hearing damaged), susah tidur, meningkatkan tekanan darah, dan dapat menimbulkan stres.

b . Degradasi Lahan
Degradasi lahan adalah proses berkurangnya daya dukung lahan terhadap kehidupan. Degradasi lahan merupakan bentuk kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lingkungan oleh manusia yang tidak memerhatikan keseimbangan lingkungan. Bentuk degradasi lahan, misalnya lahan kritis, kerusakan ekosistem laut, dan kerusakan hutan.
1) Lahan kritis dapat terjadi karena praktik ladang berpindah ataupun karena eksploitasi penambangan yang besar-besaran.
2) Rusaknya ekosistem laut terjadi karena bentuk eksploitasi hasil-hasil laut secara besar-besaran, misalnya menangkap ikan dengan menggunakan jala pukat, penggunaan bom, atau menggunakan racun untuk menangkap ikan atau terumbu karang. Rusaknya terumbu karang berarti rusaknya habitat ikan, sehingga kekayaan ikan dan hewan laut lain di suatu daerah dapat berkurang.
3) Kerusakan hutan pada umumnya terjadi karena ulah manusia, antara lain, karena penebangan pohon secara besar-besaran, kebakaran hutan, dan praktik peladangan berpindah. Kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan hutan, misalnya punahnya habitat hewan dan tumbuhan, keringnya mata air, serta dapat menimbulkan bahaya banjir dan tanah longsor.

D. Usaha-Usaha Pelestarian Lingkungan Hidup

Usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab kita sebagai manusia. Dalam hal ini, usaha pelestarian lingkungan hidup tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah saja, melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan masyarakat. Pada pelaksanaannya, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang dapat digunakan sebagai payung hukum bagi aparat pemerintah dan masyarakat dalam bertindak untuk melestarikan lingkungan hidup. Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut, antara lain meliputi hal-hal berikut ini.
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/11/SK/4/1985 tentang Pengamanan Bahan Beracun dan Berbahaya di Perusahaan Industri.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Indonesia Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
4. Pembentukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup pada tahun 1991.
Selain itu, usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini.
1. Melakukan pengolahan tanah sesuai kondisi dan kemampuan lahan, serta mengatur sistem irigasi atau drainase sehingga aliran air tidak tergenang.
2. Memberikan perlakuan khusus kepada limbah, seperti diolah terlebih dahulu sebelum dibuang, agar tidak mencemari lingkungan.
3. Melakukan reboisasi pada lahan-lahan yang kritis, tandus dan gundul, serta melakukan sistem tebang pilih atau tebang tanam agar kelestarian hutan, sumber air kawasan pesisir/pantai, dan fauna yang ada di dalamnya dapat terjaga.
4. Menciptakan dan menggunakan barang-barang hasil industri yang ramah lingkungan.
5. Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap perilaku para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) agar tidak mengeksploitasi hutan secara besar-besaran.
Sementara itu, sebagai seorang pelajar apa upaya yang dapat kalian lakukan dalam usaha pelestarian lingkungan hidup? Beberapa hal yang dapat kalian lakukan sebagai bentuk upaya pelestarian lingkungan hidup, antara lain sebagai berikut:
1. menghemat penggunaan kertas dan pensil,
2. membuang sampah pada tempatnya,
3. memanfaatkan barang-barang hasil daur ulang,
4. menghemat penggunaan listrik, air, dan BBM, serta
5. menanam dan merawat pohon di sekitar lingkungan rumah tinggal.

E. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Nasional

Setiap negara pasti memiliki tujuan dan sasaran pembangunan, tidak terkecuali negara Indonesia. Tujuan dan sasaran pembangunan ditetapkan sebagai arah dan prioritas yang diambil pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, sehingga alokasi dana dan berbagai kebijakan dapat ditetapkan untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional. Tujuan dan sasaran pembangunan Indonesia adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan dan sasaran pembangunan nasional sebagaimana tercantum dan tersirat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah:
1. melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2. memajukan kesejahteraan umum,
3. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan nasional yang dilaksanakan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga tumpuan pembangunan tersebut saat ini dilengkapi pula dengan upaya-upaya pelestarian lingkungan, sehingga pembangunan yang dilakukan sekarang diharapkan tidak mengganggu kelangsungan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh generasi penerus. Pola pembangunan yang demikian disebut dengan pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan.

F. Hakikat Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan dapat dikatakan berhasil jika memenuhi beberapa kondisi, antara lain, dapat menyejahterakan kehidupan masyarakat, memiliki fungsi dan peruntukan yang tepat, serta memiliki dampak terhadap kerusakan lingkungan terendah. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pembangunan pasti menimbulkan dampak terhadap keseimbangan lingkungan hidup. Namun, kita harus mampu meminimalisasi dampak-dampak negatif tersebut. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pascapelaksanaan memerhatikan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL). Hal ini dimaksudkan agar generasi mendatang dapat pula menikmati kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai-mana yang kita nikmati sekarang, sehingga kita tidak mewariskan kerusakan dan pencemaran kepada generasi penerus kita. Dasar hukum pelaksanaan AMDAL di Indonesia diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Lingkungan Hidup yang berbunyi: “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah.” Makna yang tersirat dari isi pasal tersebut adalah berikut ini.

1. Setiap kegiatan pembangunan pada dasarnya berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup yang perlu diperkirakan pada perencanaan awal, sehingga sejak dini dapat diambil langkah pencegahan, penanggulangan dampak negatif, serta mengembangkan dampak positif dari kegiatan tersebut.
2. Analisis mengenai dampak lingkungan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup.
3. Pembangunan perlu dilakukan secara bijaksana agar mutu kehidupan dapat dijaga secara berkesinambungan sehingga keserasian hubungan antarberbagai kegiatan perlu dijaga.
Menjaga kemampuan lingkungan untuk mendukung pembangunan merupakan usaha untuk mencapai pembangunan jangka panjang yang mencakup jangka waktu antargenerasi yaitu pembangunan yang terlanjutkan (sustainable development). Dengan mencakup jangka waktu antargenerasi berarti setiap pembangunan yang dilaksanakan bukan untuk generasi kita saja, melainkan juga untuk anak cucu kita. Agar pembangunan dapat berkelanjutan, pembangunan haruslah berwawasan lingkungan dengan menggunakan sumber daya secara bijaksana.

G. Ciri-Ciri Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang akhir-akhir ini dikembangkan oleh pemerintah Indonesia adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan, yaitu suatu bentuk pembangunan yang tetap memerhatikan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya alam. Pembangunan berwawasan lingkungan akan menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan dan seimbang. Pembangunan yang berwawasan lingkungan harus memerhatikan dan melaksanakan konsep serta analisis SWOT (strenght, weakness, opportunity, and threats atau kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) sehingga mampu mengoptimalkan potensi dan peluang yang ada serta dapat meminimalisasi kelemahan dan ancaman serta dampak yang mungkin ditimbulkan. Untuk dapat mendukung pelaksanaan analisis SWOT, maka partisipasi segenap lapisan masyarakat sangat diperlukan sehingga hasil-hasil pembangunan dapat dipertanggungjawabkan dan dirasakan
bersama. Berdasarkan uraian tersebut, secara ringkas ciri-ciri pembangunan berwawasan lingkungan, antara lain:
1. dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan mengetahui dan memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki dan yang mungkin timbul di belakang hari;
2. memerhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat mendukung kesinambungan pembangunan;
3. meminimalisasi dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan; serta
4. melibatkan partisipasi warga masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar lokasi pembangunan.
Source http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Lingkungan_Hidup_dan_Pelestariannya_8.1_%28BAB_3%29




Pengalaman Memakai Ubuntu

Ubuntu....hmm mungkin semua bertanya apakah ubuntu tersebut? apakah "usus buntu" , itu adalah beberapa opini temen-temen saya sewaktu mendengar kata ubuntu, saya pun demikian pertama kali mendengar ubuntu, kisah kali ini merupakan pengalam saya menggunakan ubuntu, awalnya saya memang fanatik dengan Os buatan "jendela", namun paradigma berfikir setelah googling sana sini mulai terbuka setelah mengeruk informasi sekian banyaknya dari mbah google hehehe.
saya migrasi ke ubuntu 12 maret 2012 pada laptop Lenovo G460, saya menggunakan ubuntu 11.10 (Oneiric Ocelot) yang saya download hanya bermodalkan modem Smarfren hehehe , bertekad untuk menggunakan ubuntu sebagai os tunggal tak jadi masalah karena pada saat memasukkan live cd ubuntu semua berfungsi dengan baik sehingga dengan proses yang kurang lebih memakan waktu 30 menitan terinstallah ubuntu ke laptop saya hehehe.
awalnya masih agak bingung menggunakannya, sempat juga touchpad tidak bisa digerakkan sehingga harus mencari "jurus" dari temen-temen di FUI (Forum Ubuntu Indonesia) hehehe thx guys...
ehm sedikit berbagi saat ini kurang lebih beginilah tampilan ubuntu di laptop saya hehehe 
nah gimana? penasaran buat yang ingin coba rasa make ubuntu? download aja langsung di http://www.ubuntu.com/

PENERAPAN KONSEP TOD (TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT) PADA KEBIJAKAN POLITIK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI DALAM PEMBANGUNAN KOTA JAKARTA


I.                   Latar Belakang
Ada fenomena menarik yang dapat disimak di Jakarta saat ini, terutama lima tahun terakhir. Di satu pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang giat membangun transportasi massal seperti Busway Transjakarta guna mengurangi kemacetan kota, tapi pada pihak lain selama lima tahun terakhir tumbuh beberapa bangunan komersial yang menjulang tinggi di pusat kota atau di wilayah yang sudah padat dengan aktivitas komersial. Kehadiran bangunan-bangunan komersial baru itu secara otomatis menimbulkan bangkitan lalu lintas yang cukup signifikan, sehingga menjadi magnet terjadinya kemacetan baru di pusat kota. Fenomena itu akan terus muncul karena masih ada beberapa lahan kosong di Jakarta. Bagi pemilik kapital, tanah itu adalah modal utama untuk melakukan akumulasi kapital yang lebih banyak lagi. Maka di mana ada lahan kosong, di sana akan dibangun pusat komersial baru.
Usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan-lahan kosong bukan hanya didorong oleh kepentingan akumulasi kapital saja, tapi juga tekanan politik dari Pusat. Kebijakan Pemerintah untuk membangun seribu rumah susun sewa misalnya, berdampak langsung terhadap kebijakan pembangunan fisik di Kota Jakarta. Sebagai ibu kota, Jakarta tidak dapat mengelak dari kewajiban untuk ikut mewujudkan kebijakan Pemerintah tersebut. Dalam realitasnya di lapangan, beberapa lokasi di Jakarta sudah dipatok akan dibangun rumah susun sewa, hingga 25 tingkat, seperti misalnya di Kemayoran, Cengkareng, Daan Mogot (dua unit), Kota Modern, Kebun Jeruk, Ciledug, Bintaro, Kelapa Gading, Penggilingan, Cawang, Kalimalang, Kalibata, Pulo Gebang, Kebagusan, Cipayung, dan Cibubur (http://www.tempo.co/)
Penetapan kebijakan pembangunan rumah susun sewa yang akan dibangun di wilayah Kota Jakarta itu menunjukkan, pembangunan Kota Jakarta tidak semata-mata ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis tata kota saja, tapi yang lebih dominan adalah pertimbangan politik. Pertimbangan tersebut mampu memaksa terjadinya perubahan tata kota, meskipun secara teknis sebetulnya tidak rasional atau tidak layak. Fenomena seperti itu, selama ini cukup dominan mempengaruhi arah kebijakan pembangunan Kota Jakarta.
Sama halnya dengan kehadiran bangunan-bangunan komersial yang menjamur selama lima tahun terakhir, kehadiran rumah susun sewa tersebut akan berkontribusi pada terjadinya bangkitan lalu lintas di Jakarta. Sebab para penghuni rumah susun sewa yang terdiri dari banyak orang itu pasti akan melakukan mobilitas geografis, entah sifatnya temporer atau rutin pagi-sore.
Jadi kebijakan pembangunan rumah susun sewa di Jakarta maupun pembangunan tempat-tempat komersial lainnya itu, bertolak belakang dengan kebijakan pembangunan moda transportasi massal. Sebab yang satu mencoba menawarkan alternatif untuk mengurangi kemacetan, yang lain menghadirkan kemacetan baru melalui pergerakan para penghuninya. Tidak ada argumen yang cukup untuk menjelaskan bahwa bangunan-bangunan baru tersebut tidak akan menimbulkan bangkitan baru pada lalu lintas Jakarta, karena faktanya, bangunan baru itu butuh penghuni, baik yang sifatnya menetap maupun ulang alih, keduanya akan sama-sama memerlukan ruang dan waktu untuk melakukan pergerakan. Rencananya, bangunanbangunan baru tersebut berada di bibir jalan yang selama ini menjadi pusat kemacetan.
II.                Penerapan Konsep TOD (Transit Oriented Development) pada kebijakan politik tata guna lahan dan transportasi dalam pembangunan Kota Jakarta
Kemacetan (congestion), keterlambatan (delay), polusi udara, polusi suara, dan pemborosan energi merupakan sebagian dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi suatu kota berkaitan dengan masalah transportasi. Permasalahan ini berkaitan erat dengan pola tata guna lahan, karena sektor ini sangat berperan dalam menentukan kegiatan dan aktivitas pergerakan yang terjadi.
Permasalahan ini bila tidak segera ditangani dengan suatu sistem dan solusi yang tepat, akan dapat            memperbesar dampak dan permasalahan yang ditimbulkan serta pemborosan penggunaan energi yang sia-sia. Untuk memberikan alternatif pemecahan yang tepat, maka diperlukan suatu sistem pendekatan yang tepat pula yang mencakup seluruh aspek yang terkait.
Menuru (www.bisnis.com) Fenomena pembangunan gedung-gedung baru di Jakarta akan terus berlangsung seiring dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangkah Menengah (RPJM) 2004 – 2009. Rencana pemerintah yang tertuang dalam RPJM tersebut menargetkan pembangunan rumah mencapai 1,34 juta unit. Target ini mencakup pembangunan 60.000 unit rusunawa, 25.000 unit rusunami, dan 1,26 juta unit rumah tinggal. Pemda DKI Jakarta, termasuk salah satu Pemda yang harus menjalankan kebijakan Pemerintah, sehingga mau tidak mau harus membangun unit gedung baru yang bersifat vertical, mengingat pembangunan horizontal tampaknya tidak memungkinkan lagi. Sedangkan para developer swasta juga melakukan investasi secara besar-besaran di tengah Kota Jakarta, seperti misalnya St.Moritz (Rp. 11 triliun), Kemang Village (Rp. 12 triliun), Ciputra Mall (Rp. 14 triliun), Kuningan City (Rp. 6 triliun), Kota Casablanca (Rp. 7 triliun), dan Gandaria City (Rp. 6,5 triliun).
Pembangunan gedung – gedung baru tersebut akan mempengaruhi lalu lintas kota Jakarta itu sendiri, seperti yang kita ketahui saat ini kota Jakarta sudah kian padatnya karena penduduk kota sendiri enggan untuk menggunakan transportasi umum dan lebih memilih menggunakan kendaraaan pribadi, disamping juga moda sarana transportasi kota Jakarta saat ini masih tergolong kurang relevan guna menunjang aktivitas penduduk kota Jakarta yang semakin kompleks setiap harinya.
Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di Kota Jakarta biasanya ditimbulkan karena kebutuhan transportasi lebih besar dibandingkan prasarana transportasi yang tersedia atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya Ada beberapa faktor penyebab macet di Jakarta (http://infoindonesia.wordpress.com/2007/11/08/sumber-kemacetan-di-jakarta/):
  1. Waktu lampu hijau yang begitu cepat. Sering baru 4-5 mobil yang berjalan lampu sudah kembali merah. Padahal antrian bisa mencapai 1 km atau sekitar 200 mobil. Untuk hal ini mungkin solusinya adalah memperpanjang waktu lampu hijau di tiap tempat jadi 1,5 atau 2 menit. Contoh kemacetan ini adalah di lampu merah pertigaan jalan Otista III dengan Otista Raya.
  2. Banyaknya kendaraan angkutan (terutama mikrolet dan metromini) yang berhenti menunggu penumpang. Nah ini perlu kesiagaan polantas untuk mengatur mereka. Contohnya adalah di dekat terminal Kampung Melayu
  3. Pedagang kaki lima yang meluber ke jalan. Nah ini perlu ditertibkan
  4. Pintu masuk jalan Tol. Antrian kendaraan untuk membayar jalan tol sering membuat macet. Contohnya di pintu masuk Tol Tebet Barat 2 yang membuat macet sampai ke jalan layang ke arah Mampang. Sementara pintu tol Semanggi juga menimbulkan kemacetan yang sama parahnya. Harusnya pada jam macet jalan tol digratiskan saja sehingga tidak ada antrian bayaran yang membuat macet. Atau bisa juga pembayaran bukan di pintu masuk. Tapi di pintu keluar tol. Sehingga antrian pembayaran tidak memacetkan pengguna jalan lainnya karena masih berada di jalan tol.
  5. Jalur busway yang memakan jalur umum. Busway memang mempercepat bus busway. Namun memacetkan kendaraan lain di jalur non busway karena memakan satu jalurumum. Di jalan yang hanya ada 2 jalur, maka Busway memakan separuh jalur. Tak heran di daerah yang ada jalur Busway seperti Thamrin-Sudirman dan sekarang jalan Otista jadi sangat macet. Mau naik busway? Saat ini saja penumpang sudah berdiri berdesakkan.
  6. Pada titik macet seperti perempatan Pancoran dan Kuningan, harus diperlebar 1 jalur sepanjang 500 meter. Kemudian beri jalan layang minimal 2 jalur sehingga untuk yang lurus terhindar dari kemacetan lampu merah. Tahun 2008 kemacetan menyebabkan kerugian sebesar Rp 28 trilyun. Jadi biaya untuk mengurangi kemacetan lebih kecil dibanding dampaknya.
.
            Menurut Repplogle,(2006) Di dunia transportasi dikenal istilah yang namanya Transit Oriented Development (TOD), yaitu suatu konsep pembangunan transportasi yang bersinergi dengan tata ruang guna mengakomodasi pertumbuhan baru dengan memperkuat lingkungan tempat tinggal dan perluasan pilihan maupun manfaat, melalui optimalisasi jaringan angkutan umum massal, seperti bus dan kereta api, sehingga mempermudah warga kota untuk mengakses sumber daya kota. Di sini ada banyak kepentingan yang dipertemukan: di satu pihak keinginan pemilik gedung untuk dikunjungi banyak orang terpenuhi, di pihak lain warga dapat mengakses fasilitas kota dengan mudah, pemerintah kota tidak terbebani resiko kemacetan baru, pengelola angkutan umum massal juga gembira karena load factor moda angkutannya meningkat. Tujuan dari TOD adalah untuk memperpendek perjalanan dan membuat perjalanan lebih efisien karena semua pusat kegiatan diletakkan di sepanjang jalur angkutan massal sehingga aksesibilitas warga makin tinggi. Hal itu karena struktur bangunannya tidak terlalu lebar, penduduknya cukup (untuk tidak dibilang padat), dan kawasan itu mix use (tidak hanya satu zona): ada zona bisnis, perkantoran, fasilitas umum, dan fasilitas sosial sehingga orang dapat melakukan aktivitas dan mencukupi kebutuhannya dalam kawasan tersebut. Setelah turun dari kereta api atau bus mereka dapat berjalan dengan nyaman maksimal 10 menit untuk mengakses sumber daya kota. Atau bila mereka akan bepergian, cukup berjalan maksimal 10 menit dari rumah menuju stasiun. Hal itu terjadi karena dalam TOD ada ketersediaan aktivitas bisnis keseharian dalam jarak pejalan kaki di sekitar stasiun, ketersediaan fasilitas pejalan kaki sebagai fasilitas transfer dengan angkutan umum massal dan perekat antar bangunan, serta disain bangunan yang menyatu dengan fasilitas pejalan kaki dan angkutan umum.
Beberapa elemen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan TOD adalah adanya tata guna lahan dengan mengkonsentrasikan aktivitas yang terkait dengan angkutan umum, membuat pencampuran tata guna lahan sehingga dapat membuat pergerakan dengan menggunakan angkutan umum dan mendukung angkutan dengan adanya perdagangan, dan adanya kampanye berjalan kaki. Kunci dalam perencanaan transportasi supaya membuat angkutan umum lebih nyaman adalah adanya integrasi tata guna lahan, kepadatan, konektivitas, urban design, akses angkutan umum dan lahan parkir.
III.             Simpulan
Pembangunan yang bersifat komersil hendaknya perlu dikaji lebih lanjut oleh pemerintah Kota Jakarta, pemerintah pusat yang selama ini hanya memfokuskan pada pembangunan yang bersifat komersil harus didukung oleh peningkatan sarana transportasi yang memadai karena dikhawatirkan bangkitan arus lalu lintas kota Jakarta kian memburuk, untuk itu salah satu konsep yang mungkin harus dikembangkan adalah TOD (Transit Oriented Development) dimana TOD yaitu suatu konsep pembangunan transportasi yang bersinergi dengan tata ruang guna mengakomodasi pertumbuhan baru dengan memperkuat lingkungan tempat tinggal dan perluasan pilihan maupun manfaat, melalui optimalisasi jaringan angkutan umum massal, seperti bus dan kereta api, sehingga mempermudah warga kota untuk mengakses sumber daya kota. Di sini ada banyak kepentingan yang dipertemukan: di satu pihak keinginan pemilik gedung untuk dikunjungi banyak orang terpenuhi, di pihak lain warga dapat mengakses fasilitas kota dengan mudah, pemerintah kota tidak terbebani resiko kemacetan baru, pengelola angkutan umum massal juga gembira karena load factor moda angkutannya meningkat


PUSTAKA


Alan Black, 1995, Urban Mass Tansportation Planning, McGraw-Hill, Inc., hal.383 – 384
Michael Repplogle, 2006, “Enabling High Performance Transit-Oriented Development”, presentasi di
MTI, Jakarta September

KEBERADAAN PERMUKIMAN LIAR DALAM TATA RUANG KOTA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dewasa ini adalah pertumbuhan penduduk yang sangat pesat terutama pada daerah perkotaan. Meningkatnya jumlah penduduk kota ini terjadi bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk kota secara alamiah tetapi juga akibat arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Migrasi dari desa ke kota berkembang pesat karena kurangnya pembangunan di desa akibat dari sentralisasi pembangunan di kota dan daya tarik ekonomi serta status sosial kota yang lebih tinggi.
Perpindahan penduduk dari desa ke kota tersebut tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan para migran, sehingga mempengaruhi perekonomiannya. Kondisi perekonomian yang tidak memadai memaksa  penduduk memanfaatkan lahan kosong seperti jalur-jalur hijau dan daerah pinggiran sungai untuk membangun tempat bermukim. Permukiman liar di sepanjang pinggiran sungai di perkotaan banyak dijumpai terutama karena sungai dianggap dapat memenuhi beberapa kebutuhan seperti kebutuhan akan lahan/tempat tinggal serta kebutuhan akan air. Pemukim membangun tempat tinggal di sepanjang pinggiran sungai yang seharusnya dibiarkan kosong karena memang peruntukannya sebagai ruang terbuka hijau. Pemukim di sana dengan mudah dapat memanfaatkan air sungai, baik untuk minum, memasak, mandi, mencuci bahkan sungai sebagai tempat buang kotoran dan buang sampah.
Permukiman liar juga dijumpai di tanah-tanah negara yang kosong atau bangunan-bangunan yang terbengkalai dan dibiarkan tak bertuan, di bawah jalan layang atau di taman-taman kota. Akhir-akhir ini bahkan banyak dijumpai di lokasi pemakaman. Pemukim membangun rumah seadanya sebagai tempat berlindung, yang tentunya merusak pemandangan dan keindahan kota. Keberadaan mereka di sana terutama karena kota dianggap mudah untuk mengakses pekerjaan dan mereka tetap bertahan sepanjang tidak ada pelaksanaan penggusuran.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut:
1.2.1        Bagaimana permukiman liar dapat terbangun?
1.2.2        Bagaimana pengaruh permukiman liar terhadap tata ruang kota?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1        Untuk mengetahui proses terbangunnya permukiman liar.
1.3.2        Untuk mengetahui pengaruh permukiman liar terhadap tata ruang kota.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetian Permukiman dan Permukiman Liar
Undang Undang  Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 Bab V Pasal 2 menyebutkan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan menurut Hadi Sabari Yunus dalam Astra (2010), permukiman dapat diartikan sebagai bentukan baik buatan ataupun alami dengan segala kelengkapannya yang digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya.
Settlement atau permukiman menurut Finch (1957) dalam Astra (2010), adalah kelompok satuan-satuan tempat tinggal atau kediaman manusia mencakup fasilitasnya, seperti: bangunan rumah, serta jalur, dan fasilitas lain yang digunakan sebagai sarana pelayanan manusia tersebut. Batasan ini tampaknya lebih mengarah pada arti permukiman sebagai kelompok satuan kediaman orang atau manusia pada satu wilayah tidak hanya berupa rumah tempat tinggal tetapi mencakup pula fasilitas yang diperlukan untuk menunjang kehidupan penghuninya.
Menurut J.F.C Turner (1990) dalam Tari Budayanti (2003) proses pembangunan permukiman dilaksanakan dengan model-model sebagai berikut:
1.      System produksi yang konvensional (dilaksanakan terpusat oleh lembaga-lembaga formal) disebut sebagai Centrally Administrated or Heteronomuos Housing System. Proses pembangunan perumahan dengan sistem ini, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan/pembangunan hingga tahap pengelolaan dilakukan oleh lembagalembaga formal (baik pemerintah maupun swasta). Pemerintah dan swasta memegang peranan yang sangat besar dalam proses pembangunan, sedangkan penghuni dianggap sebagai objek.
2.      Sistem produksi non konvensional (dilakukan oleh masyarakat) disebut sebagai Locally Self Governing or Autonomous Housing System. Perencanaan, pelaksanaandan pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat. Dalam pendekatan ini pembangunan perumahan lebih dilihat sebagai suatu proses yang saling berkaitan antara rumah dengan penghuninya, baik dalam pemenuhan kebutuhan sosial, seperti pengaruh yang ditimbulkan dalam hal kesejahteraan, cara hidup, kesehatan dan sebagainya. Peran pemerintah lebih bersifat sebagai pemberdaya (enabler).
Tipologi permukiman berdasarkan provisi permukiman dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) Permukiman konvensional merupakan permukiman yang sesuai dengan standar, diakui keberadaannya, serta memiliki izin atau legal. (2) Sedangkan permukiman non-konvensional merupakan permukiman yang sub standar. Konvensional yang terdiri dari permukiman umum, permukiman pribadi dan permukiman hibrida. non-konvensional yang terdiri dari permukiman liar, permukiman kumuh dan permukuman hibrida.(Indra Christiawan, 2011)
Pada dasarnya ada 3 (tiga) karakteristik yang dapat menolong dalam mendefinisikan permukiman liar (Srinivas, 2007) dalam Anonim (2011) yaitu :
a.       Karakteristik Fisik :
Suatu permukiman liar, karena memiliki status illegal maka infrastruktur dan pelayanan (baik jaringan maupun sosial) yang ada tidak memadai atau berada pada tingkat minimum, seperti penyediaan air, sanitasi, listrik, jalan dan drainase, sekolah, pusat kesehatan, tempat perbelanjaan, dll. Sebagai contoh, penyediaan air untuk setiap rumah tangga dapat dikatakan tidak ada, atau pipa umum yang tersedia sedikit, sehingga pemukim mempergunakan jaringan kota atau pompa tangan sendiri bahkan menyediakan jaringan informal untuk menyediakan air di tempat. Hal serupa berlaku untuk jaringan listrik, drainase, fasilitas toilet/kamar mandi/WC, dll dimana kecilnya ketergantungan pada saluran formal pemerintah.
b.      Karakteristik Sosial :
Kebanyakan rumah tangga permukiman liar termasuk ke dalam kelompok berpenghasilan rendah, baik bekerja sebagai buruh bergaji maupun dalam usaha-usaha sektor informal lain yang bervariasi. Tetapi terdapat juga rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi seperti penghasilan pekerjaan bergaji atau pekerjaan paruh waktu. Permukiman liar umumnya didominasi oleh migran, baik desa-kota atau kota-kota. Namun banyak juga dari generasi kedua atau generasi ketiga pemukim liar tersebut.
c.       Karakteristik Legal :
Ini merupakan karakteristik kunci yang menggambarkan suatu permukiman liar yakni ketiadaan hak milik terhadap lahan yang dipergunakan untuk membangun rumah. Hal ini dapat terjadi pada lahan kosong milik pemerintah atau umum, di sebidang tanah seperti bantaran rel kereta api, atau tanah rawa-rawa. Kemudian ketika lahan tersebut tidak dipergunakan oleh pemiliknya, maka diambil oleh pemukim liar untuk membangun rumah. Bahkan di beberapa bagian negara di Asia, seorang “pemilik tanah“ dapat “menyewakan” lahannya untuk suatu pembangunan kepada sebuah/beberapa keluarga dengan perjanjian informal atau pura-pura legal, yang bagaimanapun itu tidak sah secara hukum.

2.2  Pengertian Tata Ruang Kota
Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumberdaya kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya. Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai berbagai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.(Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2005)



BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Terbangunnya Permukiman Liar
Permukiman liar terbentuk karena adanya proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Proses pertambahan permukiman liar di perkotaan terjadi melalui dua proses, yaitu proses invasi dan proses infiltrasi.
A.    Proses invasi adalah proses yang terjadi secara cepat yg dilakukan oleh sekelompok orang untuk menempati suatu wilayah. Dimana proses invasi ini berawal dari adanya fenomena bencana seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi, perang dan lain sebagainya. Dengan adanya fenomena tersebut maka penduduk terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya dan mencari tempat yang lebih aman untuk mengungsi. Proses pengungsian ini berlangsung secara masal dan menepati daerah atau lokasi yang aman walaupun tidak diperuntukan sebagai tempat untuk bermukim. Proses invasi yang terjadi dalam kelompok besar mengakibatkan pembangunan permukiman tersebut berlangsung cepat.
B.     Proses infiltrasi adalah proses yang dilakukan oleh orang-perorang dengan inisiatif sendiri dan berlangsung secara lambat. Proses infiltrasi ini biasanya dilakukan oleh individu yang melakukan migrasi dari desa ke kota karena adanya daya dorong dan daya tarik. Daya dorongnya yaitu keterbatasan lapangan pekerjaan, keterbatasan jasa dan fasilitas serta akses yang rendah. Daya tarik perkotaan yaitu akses yang tinggi, sait yang prestis, banyak terdapat jasa, banyak terdapat fasilitas. Individu yang melakukan migrasi tersebut memilih bermukim di lokasi yang dekat dengan lapangan kerja dan memanfaatkan lahan atau bangunan yang kosong tanpa izin sebagai tempat tinggal dikarenakan perekonomiannya yang rendah.
Terbentuknya permukiman liar tersebut dipengaruhi juga oleh beberapa faktor.Faktor-faktor yang mempengaruhi terbangunnya permukiman liar seperti pertumbuhan ekonomi yang lambat, peraturan pemerintah kota yang setengah hati, program pembangunan perumahan rakyat yang tak berjalan mulus, sosial ekonomi, pendidikan dan keahlian, aksesibilitas, pengawasan tanah kurang ketat, kurangnya pengetahuan dan kesadaarn hukum, dan ketersediaan lahan.
1.      Pertumbuhan Ekonomi yang Lambat
Pertumbuhan penduduk yang pesat jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi negara yang juga pesat akan berdampak kepada munculnya tingkat kemiskinan rakyat. Rakyat akan sulit mendapatkan pekerjaan sehingga kualitas kehidupannya akan menurun pula. Rakyat akan sulit membangun rumah secara layak, mahalnya biaya pendidikan juga sulitnya pemenuhan gizi keluarga yang baik. Situasi itu memaksa rakyat mendekati sentra perekonomian di kota-kota besar tanpa memperhitungkan akan dimana mereka bermukim. Dalam benak mereka berteduh adalah masalah yang tidak perlu ideal yang terpenting mereka bisa makan dan bertahan hidup, di kolong jembatan atau pinggir kali sekalipun.
2.      Peraturan Pemerintah Kota yang Setengah Hati
Seharusnya pemerintah kota sudah bisa membagi-bagi area kota sesuai peruntukkannya. Pembagian kualitas area kota sesuai tata ruang tersebut semestinya didukung dengan perundangan yang tegas. Jika sebuah area belum sempat dibangun sesuai peruntukkannya maka jangan sampai wilayah tersebut dipakai sementara untuk peruntukkan lainnya, apalagi membiarkan pihak lain secara ilegal menggunakan lahan kosong tersebut. Banyak area kosong dibiarkan oleh dinas tata kota ditempati secara ilegal oleh penduduk yang datang musiman. Setelah sekian lama mereka bisa membuat KTP bahkan dilayani oleh PLN untuk penyambungan listrik secara resmi.Tentu ini pekerjaan oknum pemerintah yang seharusnya bisa ditindak tegas.Selayaknya mereka tidak bisa mendapatkan KTP di kawasan pemukiman ilegal dan layanan listrik resmi. Kerasan, itulah yang mereka rasakan dan akan berteriak jika ada pihak-pihak yang akan mengusik keberadaan mereka di kawasan pemukiman ilegal tersebut.
3.      Program Pembangunan Perumahan Rakyat yang Tak Berjalan Mulus
Pemerintah melalui dinas terkait selayaknya mempunyai program pintar dalam menyediakan fasilitas perumahan atau pemukiman bagi rakyat. Program tersebut haruslah bijaksana dan menyentuh seluruh kemampuan strata ekonomi rakyat. Setiap perkotaan tentu akan berbeda dalam programnya, hal itu tergantung dari tingkat ekonomi kerakyatan yang dominan di kota tersebut. Tidak mungkin menyediakan Real Estate di sebuah kota yang tingkat perekonomian penduduknya masih dibawah rata-rata. Justru perumahan sederhana namun manusiawilah yang banyak dibutuhkan penduduk kota itu. Untuk perkotaan yang sudah maju sebaiknya pembagian area perumahan diterapkan.Tidak bisa menyatukan pemukiman mewah dengan pemukiman sederhana. Selain dampak kesenjangan sosial juga akan memicu ketegangan sosial pula. Pola hidup yang sudah jauh berbeda tidak bisa begitu saja disatukan dalam kesatuan wilayah pemukiman.Pemisahan itu bukanlah membedakan mereka tetapi justru memberikan peluang bagi pemukiman sederhana untuk bisa lebih berkembang di kemudian hari. Pembangunan rumah sederhana masih jauh mencukupi dibandingkan permintaan penduduk akan ketersedian perumahan di perkotaan.
4.      Sosial Ekonomi
Pada umumnya banyak penduduk yang mempunyai tingkat pendapatan rendah karena terbatasnya akses terhadap lapangan pekerjaan.Pendapatan yang rendah ini mempengaruhi daya beli penduduk dan mengurangi akses pelayanan sarana dan prasarana dasar penduduk.Ketidakmampuan social ekonomi, dapat mendorong masyarakat menempati lahan kosong milik pemerintah atau milik public yang dapat dikatakan sebagai hunian illegal atau liar.
5.      Pendidikan dan Keahlian
Pendidikaan dan keahlian adalah salah satu faktor penentu dalam hal pencapaian pekerjaan dan pendapatan.Banyak migran tidak dapat bekerja dengan standar yang ditetapkan karena pendidikan dan keahlian yang dimilikinya rendah. Persaingan dalam mencari pekerjaan sangat tinggi dan menuntut profesionalisme, pendidikan dan keahlian yang berstandar serta dapat bersaing dengan orang lain. Persaingan seperti ini semakin menekan penduduk yang pendidikan dan keterampilannya kurang dalam mencari pekerjaan, dampak dari akumulasi kejadian ini akan memunculkan pengangguran yang semakin bertambah setiap tahunnya.
6.      Aksesibilitas
Aksesibilitas juga dapat menjadi faktor terbentuknya permukiman liar.Terbatasnya akses penduduk miskin terhadap capital komunitas seperti capital terbangun, individu dan social, serta lingkungan alam. Capital terbangun ini meliputi informasi, jalan, sanitasi, runag terbuka, perumahan, bangunan pelayanan public, dan sebagainya. Capital individu meliputi kesehatan, pendidikan, kemampuan dan keterampilan. Capital social meliputi koneksitas dalam suatu komunitas. Capital lingkungan alam meliputi sumber daya alam dan estetika alam.
7.      Pengawasan Tanah Kurang Ketat
Pengwasan tanah yang kurang ketat merupakan penyebab bertambahnya permukiman liar di perkotaan, karena banyaknya lahan kosong di perkotaan yang biasanya iperuntukan lainnya yang sebenarnya sudah direncanakan akan dibangun suatu gedung untuk mendukung kegiatan suatu kota. Mereka yang tidak mengerti akan hal tersebut dengan keadaan ekonomi yang lemah atau dengan penghsilan yang rendah membangun rumah di tempat-tempat kosong tersebut.

8.      Kurangnya Pengetahuan dan Kesadaarn Hukum

Kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan hukum yang menyebabkan mereka membangun rumah seenaknya. Mereka tidak mengetahui akibat dari yang mereka lakukan itu membuat lingkungan menjadi kotor dan lingkungan menjadi terancambahkan merugikan banyak pihak.



9.      Ketersediaan Lahan

Lahan merupakan sumber daya alam yang bersifat langka terlebih di wilayah perkotaan dan lahan merupakan salah satu komponen pokok pembangunan fisik di wilayah perkotaan yang sedianya semakin terbatas seiring dengan tuntutan kebutuhan yang semakin bertingkat. Di wilayah perkotaan permasalahan lahan semakin kompleks. Laju pertumbuhan penduduk yang berlangsung pesat tentunya menuntut berbagai fasilitas bagi kehidupan dan penghidupan. Pada gilirannya tuntutan penyediaan fasilitas tersebut bermuara pada meningkatnya permintaan lahan. Pada hal di lain pihak ketersediaan lahan perkotaan terutama lahan kosong sulit diperoleh. Dengan keterbatasan lahan dan pertambahan penduduk di perkotaan maka akan terjadi persaingan untuk mendapatkan sebidang tanah dijadikan perumahan. Dengan harga lahan yang tinggi mereka yang berpenghasilan rendah tidak sanggup membeli rumah karena harga rumah yang sekarang cukup mahal.


3.2  Pengaruh Permukiman Liar dalam Tata Ruang Kota

Permukiman liar, secara umum didefinisikan sebagai suatu kawasan permukiman yang terbangun pada lahan kosong “liar” di kota baik milik swasta ataupun pemerintah tanpa hak yang legal terhadap lahan dan/atau izin dari penguasa yang membangun, didiami oleh orang yang sangat miskin yang tidak mempunyai akses terhadap pemilikan lahan tetap.
Keberadaan permukiman liar memberi dampak negatif terhadap tata ruang kota, secara umum dampak yang diakibatkan adalah degradasi lingkungan hidup dan degradasi kehidupan sosial. Degradasi lingkungan hidup ini merupakan penurunan kualitas lingkungan itu sendiri. Masalah – masalah yang timbul dapat dilihat dari ruang terbuka hijau yang semakin berkurang, drainase semakin buruk, sirkulasi terganggu, menurunnya tingkat kesehatan masyarakat.
1.      Ruang Terbuka Hijau Berkurang
Berkurannya Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat mengganggu fungsi RTH  secara ekologis, dimana secara ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur kota.
2.      Drainase Semakin Buruk
Permukiman yang tidak dirancang dengan baik akan mengganggu sistem drainase di daerah permukiman itu sendiri, dimana drainase ini berfungsi sebagai saluran penyerapan air ke dalam tanah, yang pada akhirnya akan mengakibatkan banjir di daerah tersebut.
3.      Sirkulasi Terganggu
Sirkulasi transportasi di suatu daerah akan terganggu jika permukiman liar berada pada jalur- jalur transportasi, seperti jalur kereta api dan pinggir jalan tol.
4.      Tingkat Kesehatan Masyarakat Menurun
Areal yang difungsikan sebagai permukiman liar tersebut, bukanlah lahan pribadi yang dimiliki oleh pemukim. Secara tidak langsung, rasa bertanggung jawab dari pemukim tersebut sangat kurang, maka dari itu kualitas lingkungan di daerah tersebut sangat rendah. Kualitas lingkungan yang rendah ini dapat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat semakin menurun.
Degradasi kehidupan sosial merupakan suatu penurunan kualitas kehidupan sosial yang dialami oleh penduduk atau masyarakat sebagai penghuni permukiman liar, yang termasuk didalam degradasi kehidupan sosial adalah meningkatnya kriminalitas, dan bertambahnya pengemis di lingkungan tersebut.
1.      Kriminalitas Meningkat
Individu yang tinggal di permukiman liar tersebut, sebagia besar berasal dari desa dan cenderung individu yang datang tidak mempunyai kemampuan atau kemampuannya kurang. Hal ini dapat mempengaruhi individu tersebut dalam mendapatkan pekerjaan. Dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, akan mempengaruhi pola pikir individu tersebut menjadi keras, jika individu tersebut tidak berhasil dalam mendapatkan pekerjaan, secara tidak langsung mereka terpancing untuk melakukan tindakan kriminal.


2.      Bertambahnya Pengemis
Skill dan pendidikan yang rendah, tidak mampu bersaing akan mendorong penghuni dari permukiman liar yang ada di perkotaan untuk melakukan aktivitas mengemis.


BAB IV
PENUTUP

4.1  Simpulan
1.      Permukiman liar terbentuk karena adanya proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Proses pertambahan permukiman liar di perkotaan terjadi melalui dua proses, yaitu proses invasi dan proses infiltrasi. Terbentuknya permukiman liar tersebut dipengaruhi juga oleh beberapa faktor.Faktor-faktor yang mempengaruhi terbangunnya permukiman liar seperti pertumbuhan ekonomi yang lambat, peraturan pemerintah kota yang setengah hati, program pembangunan perumahan rakyat yang tak berjalan mulus, sosial ekonomi, pendidikan dan keahlian, aksesibilitas, pengawasan tanah kurang ketat, kurangnya pengetahuan dan kesadaarn hukum, dan ketersediaan lahan.
2.      Keberadaan permukiman liar memberi dampak negatif terhadap tata ruang kota, secara umum dampak yang diakibatkan adalah degradasi lingkungan hidup dan degradasi kehidupan sosial. Degradasi lingkungan hidup ini merupakan penurunan kualitas lingkungan itu sendiri. Masalah – masalah yang timbul dapat dilihat dari ruang terbuka hijau yang semakin berkurang, drainase semakin buruk, sirkulasi terganggu, menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Dan degradasi kehidupan sosial merupakan suatu penurunan kualitas kehidupan sosial yang dialami oleh penduduk atau masyarakat sebagai penghuni permukiman liar, yang termasuk didalam degradasi kehidupan sosial adalah meningkatnya kriminalitas, dan bertambahnya pengemis di lingkungan tersebut.

4.2  Saran
Adapun saran dari penulis, agar kita secara bersama – sama dengan pihak terkait  dapat mengatasi permasalahan tentang permukiman liar yang ada di daerah perkotaan agar tidak menimulkan dampak – dampak negatif. Dan bagi permukiman liar yang baru muncul atau terus berkembang dari waktu ke waktu sebaiknya langsung ditertibkan guna mencegah hal – hal negatif yang dapat merugikan semua pihak. Serta perlu adanya kesadaran dan upaya bersama guna meningkatkan kualitas tata ruang kota, agar terwujud kota dengan permukiman yang teratur dan berkualitas dan bersifat legal.

Postingan Lama